Tampar

Untuk sebuah alasan aku ingin kau tetap hidup dan berdiri.
Mencoba belajar hingga waktumu datang menyelamatkanku dari situasi ini.
Menyeret angkuh dan menyiramnya dalam genangan hujan.
Saat tercium sepotong kecemasan adalah saat dimana aku ingin kau datang untuk yang terakhir.

Saat jiwaku lumpuh terbaring dan menggelepar, akankah kau membayar semua ketakutan ini bersamaku?
Tersingkir dari rasa aman, tersesat dalam oase hitam yang hampir tidak mungkin dapat menuntunmu pulang.

Segera cuci tangan yang menyentuh darah di kedua bola mataku sebelum kau berhenti bernafas.
Jika kau beruntung seharusny mimpi buruk tidak akan membuatmu ikut terbakar.

Taplak Meja

Taplak Meja
by Ilham Bagus Prastiko on Thursday, 30 September 2010 at 00:45
Meresonansi tujuan hidup dari menulis menjadi berbicara sesulit memisahkan mikroba dengan mikroskop.
Yang diinginkan cukup menjadi huruf terkadang berlawanan dengan yang orang lain inginkan berupa suara yang terencana dengan tulisan.
Lukisan atau goresan apapun istilah yang sedang berkembang dimeja kerjamu.

Kapan lagi aku cukup waktu bersombong diri dengan menyimpan pita suaraku di kamar mandi?
Pelajari lagi cara berbahasa sepertimu sampai aku merasa perlu meremehkan pemikiranku sendiri.
Bicara tidak melulu tentang liur, tentang berat wibawa seseorang berkaca dan bersolek diatas mimbar.
Harus berkacamata atau intensif berperawakan barbar.

Disini aku memaksamu membaca caraku berbicara.
Caraku berderma bukan sepertimu.
Bukan juga seperti diriku yang lain.